Protected by Copyscape Plagiarism Checker
Showing posts with label Tips Mastering. Show all posts
Showing posts with label Tips Mastering. Show all posts

Final mastering dengan T-Racks 3 Deluxe Mastering Suite


Layaknya semua proses yang dilakukan pada fase recording dan mixing, proses final mastering dari sebuah lagu memiliki banyak opsi dan alternatif, mulai dari cara dan prosedur bagaimana proses mastering tersebut dilakukan, tools atau software yang digunakan hingga selera sound engineer yang diaplikasikan kedalamnya. IK Media T-Racks 3 Deluxe mastering suite merupakan salah satu software yang banyak digunakan untuk keperluan ini. Software yang merupakan salah satu software mastering favorit saya ( disamping wave lab dan isotop ozone ), telah dilengkapi dengan komponen-komponen canggih seperti Linear Phase EQ, Opto dan Classic Compressor, serta Soft Clipper, yang diperlukan untuk melakukan proses mastering lagu secara professional.

Pada posting kali ini saya akan menguraikan cara-cara serta langkah yang biasa saya lakukan ketika melakukan mastering lagu menggunakan T-Racks 3 Deluxe (yang secara umum, juga merupakan langkah-langkah yang saya lakukan pada proses mastering menggunakan software lainnya), sebagai tips ataupun referensi bagi anda yang sedang terjebak dalam proses mastering lagu dan mulai kehilangan arah akan apa yang harus anda lakukan pada software yang anda gunakan :).


Langkah 1 : T-Racks Linear Phase EQ dan cara settingnya

Apapun software yang saya gunakan, saya lebih senang untuk memulai melakukan proses final mastering lagu dengan memasukkan EQ sebagai mata rantai pertama. Pada T-Racks 3 deluxe, EQ yang saya gunakan adalah T-Racks Linear Phase EQ. Kebiasaan saya untuk menggunakan EQ pada rantai pertama mastering lagu tersebut, dikarenakan keinginan saya untuk memfilter frekuensi low menggunakan low cut filter sebelum lagu tersebut memasuki compressor. Dengan urutan demikian, compressor nantinya akan memiliki kerja yang lebih ringan dengan hanya berkonsentrasi pada pemrosesan frekuensi mid dan high.

Konfigurasi low cut filter sendiri memang akan tergantung dari seberapa “nge-bass” lagu yang ingin dihasilkan, namun biasanya konfigurasi low cut filter dengan starting point sekitar 37-38 kHz merupakan konfigurasi umum yang digunakan lagu-lagu berbagai genre ( kecuali lagu tersebut memiliki elemen bass yang sangat berat seperti drum kick 808 atau deep analog bass ). Faktor lainnya yang harus diperhatikan pada low cut filter adalah bentuk kecuraman dari roll off yang dihasilkannnya. Pada T-Racks Linear Phase EQ, misalnya, saya dapat mengatur roll off dengan starting point 35-41 kHz dengan aman. Namun pada software EQ lain, starting point tersebut bisa saja membuat bentuk roll off yang terlalu curam, yang juga berati bahwa pemotongan frekuensi akan menjadi terlalu kasar. Berdasarkan kondisi demikian, maka anda dapat menganggap bahwa starting point 35-41 kHz adalah sebuah “guide line” yang nantinya akan mengalami penyesuaian bergantung jenis EQ yang anda gunakan.

Selama lagu yang saya mastering adalah lagu dengan hasil mixing yang sudah baik, selain dari konfigurasi low cut filter, umumnya tidak terlalu banyak konfigurasi lain yang saya lakukan pada EQ. Kalaupun beberapa frekuensi high memang harus dinaikkan, biasanya kenaikkan tersebut tidak lebih dari 5 dB. Jika pada kondisi tertentu, frekuensi low atau mid perlu di boosting, saya selalu memastikan bahwa pilihan “Linear Phase” pada EQ yang digunakan berada pada posisi aktif, agar warna atau karakter bawaan dari EQ tersebut dapat diminimalisir

Langkah 2 :T-Racks Opto Compressor cara settingnya

Ratio
Tujuan utama yang ingin dicapai oleh proses final mastering dari sebuah lagu adalah terjaganya kejernihan dan dinamika lagu tersebut. Untuk itu, saya selalu mengawali konfigurasi compressor denga ratio rendah, misalnya 3 : 1. Pada ratio yang rendah tersebut, umumnya compressor masih dapat menghasilkan suara yang relatif bersih.

Attack Time
Konfigurasi attack time harus dilakukan dengan sedikit hati-hati karena dapat berpengaruh pada kejernihan suara hasil kompresi. Konfigurasi attack time yang terlalu cepat akan membuat terciptanya sinyal-sinyal baru yang dapat menggangu sinyal dan dinamika lagu aslinya. Namun jika attack time terlalu lambat (misalnya diatas 55ms) akan membuat compressor malah sama sekali tidak bereaksi.
Konfigurasi attack time terlambat yang ada pada komponen T-Racks Opto Compressor adalah 50ms. Namun saya tidak pernah mengkonfigurasikannya diatas 45ms, karena jika attack time lebih lambat dari itu, maka kerja compressor tidak terasa berpengaruh. Sementara itu, attack time yang cepat memang terkadang harus dilakukan untuk mengontrol jenis suara-suara distorsi dan overdrive, dengan tujuan membersihkan lagu dari banyaknya sinyal yang mengalami peak. Namun pada dasarnya, seberapa cepat attack yang harus dikonfigurasikan akan sangat bergantung dengan ketelitian pendengaran anda.

Release Time
Untuk release time pada compressor, biasanya saya mengkonfigurasikaannya antara 83-105ms. Konfigurasi release time yang lebih lambat dari itu akan membuat sinyal-sinyal baru hasil kompresi terdengar semakin jelas dan semakin mengganggu.

Input level
Saat mengkonfigurasikan input level pada T-Racks Opto Compressor (pada T-Racks Classic Compressor disebut juga dengan input drive ), saya biasanya memonitor dan memastikan konfigurasi compressor tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi, dengan cara memperhatikan level dari VU meter. Umumnya saya menginginkan level rata-rata di VU meter ada disekitar -5 dB dan tidak mengalami penurunan level secara drastis hingga -10dB.
Sebagai alternatif, terkadang saya menukar T-Racks Opto Compressor dengan T-Racks Classic Compressor yang memiliki opsi stereo enhancement untuk menentukan mana yang lebih cocok digunakan pada lagu yang sedang saya mastering.


Langkah 3 : T-Racks Soft Clipper dan cara settingnya

Cara konfigurasi yang biasa saya lakukan pada komponen ini terhitung sangat simple. Yang pertama saya lakukan adalah memutar tombol gain dan tombol slope ke kiri secara penuh. Kemudian memutar tombol gain ke kanan secara bertahap untuk menaikkan gain sebesar mungkin, namun dengan tetap memonitor kejernihan suara yang dihasilkan. Saya akan berhenti memutar tombol tersebut pada point sebelum gain mulai terasa merusak kejernihan sinyal.
Setelah gain yang optimal didapatkan, langkah saya berikutnya adalah memutar tombol slope ke kanan secara bertahap hingga saya mendapatkan timbre suara yang saya kehendaki. Untuk beberapa kasus, menempatkan slope di point sekitar -6 biasanya menghasilkan effect saturation yang cukup enak didengar.


Tips tambahan untuk final mastering
Hasil mixing dan mastering yang baik memerlukan system sound monitoring yang baik pula. Dan untuk kepentingan tersebut, saya menyarankan anda untuk memiliki speaker monitor dengan sistem 2.1 ( 2 speaker, 1 subwoofer) yang telah ditempatkan secara benar. Anda dapat saja berpandangan skeptis mengenai hal ini, namun bagaimanapun, anda akan dapat merasakan perbedaan antara hasil mastering seseorang yang tidak menggunakan subwoofer dengan seseorang yang memiliki subwoofer pada saat melakukannya. Pada hasil mastering lagu yang tidak menggunakan subwoofer, dua alternatif yang mungkin terjadi adalah hasil mastering lagu dengan frekuensi bass yang terlalu berlebihan atau kebalikannya, lagu dengan frekuensi bass yang terlalu flat. Tips cara melakukan final mastering dengan T-racks diataspun memerlukan system sound monitoring yang dilengkapi subwoofer agar konfigurasi dapat dilakukan dengan benar. Terlebih karena setiap konfigurasi yang ada diatas hanya merupakan panduan konfigurasi mastering lagu secara umum. Detail dari konfigurasi-konfigurasi tersebut belum tentu cocok dengan kebutuhan lagu anda, jadi bagaimanapun, telinga anda yang akan menentukannya.

Happy Mastering
Andrian Roult

6 Tips pada saat melakukan mastering audio lagu anda

Pada saat melakukan proses mastering audio dari sebuah lagu yang telah di mixing, ada beberapa prosedur yang biasa saya lakukan. Bagi saya, prosedur-prosedur tersebut telah menjadi sebuah “ritual” yang merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari proses mastering audio litu sendiri, dan bagi anda prosedur-prosedur tersebut dapat dijadikan sebagai tips n tricks mastering audio yang akan memudahkan anda pada saat mastering.

Tips mastering 1: Perkaya telinga dengan mendengarkan CD-CD referensi.
Tentukan genre musik dari lagu yang akan anda mastering, kemudian pinjam (jika anda keberatan membeli album band yang tidak sukai) beberapa cd album dari artis – artis besar di genre tersebut dan dengarkan lagu-lagu mereka (NOTE: referensi sebaiknya dari cd audio dan bukan mp3). Hal ini biasa saya lakukan untuk membiasakan telinga saya dengan sound dari lagu-lagu di genre tersebut, karena bagaimanapun setiap genre musik memiliki ciri khas sound yang dihasilkan terutama dari settingan eq dan power RMS. “Ritual” mendengarkan cd lagu lainpun biasanya saya lakukan disela sela proses mastering untuk mengistirahatkan dan merefresh telinga karena ketika anda melakukan mastering, tentunya lagu yang anda mastering tersebut anda dengar berulang-ulang kali.

Tips mastering 2: Pada saat mastering audio, dengarkan lagu tersebut dari beberapa posisi.
Jadilah audio engineer yang lincah :), yang tidak terpaku duduk ditengah speaker monitor. Pada saat mendengarkan lagu yan sedang anda mastering, terkadang anda harus bergeser sedikit ke kiri, sedikit ke kanan, berdiri dan mundur kebelakang untuk mendengarkan sound dari lagu yang sedang anda mastering dari berbagai posisi (bahkan saya biasanya sedikit menaikan volume lagu yang saya mastering kemudian membuka pintu studio dan mendengarkan lagu yang saya mastering tersebut dari ruangan sebelah). Hal tersebut dikarenakan speaker monitor studio merupakan speaker yang telah diset terfokus ke telinga engineer yang pada umumnya duduk di tengah speaker-speaker tersebut, sementara anda sebagai engineer harus membuat lagu yang sedang anda mastering tetap terdengar “baik” dari posisi manapun orang lain akan mendengarnya.

Tips mastering 3: Dengarkan lagu yang sedang anda mastering pada mode mono
Terkadang (biasanya secara tidak sengaja) orang lain mendengarkan lagu anda pada mode ini, entah karena salah satu speaker dari sound system mereka bermasalah, ataupun mereka mendengarkan lagu dari tape deck kakek mereka :). Atau, jika anda mendaftarkan lagu yang anda mastering untuk RBT yang dapat didownload oleh orang lain-pun, umumnya para content provider meminta lagu anda dengan durasi 30 detik dan pada mode mono.
Pada saat anda mendengarkan lagu yang sedang anda mastering pada mode mono, jelas anda tidak akan dapat mendengarkan lagu tersebut dengan sound yang bagus, namun konsep utamanya adalah : membuat hasil mastering audio lagu yang meskipun didengarkan pada mode mono, tidak terlalu terdengar “berantakan”. Untuk melakukan proses “mono checking” ini, saya biasanya menggunakan software Izotope Ozone. Pada software tersebut, anda dapat menemukan konfigurasi mono dibagian Multiband Stereo Imaging kemudian mencentang bagian Show Channel Ops.

Tips mastering 4: Dengarkan hasil mastering audio lagu anda pada level volume berbeda
Dengarkan lagu yang anda mastering pada volume normal, namun secara berkala dengarkan lagu tersebut pada volume yang keras, sangat keras, pelan dan sangat pelan untuk mengetahui bagaimana sound dari lagu tersebut ketika orang lain mendengarkannya dengan level volume yang pastinya sangat beragam.

Tips mastering 5: Dengarkan di sound system dan speaker yang berbeda
Buatlah beberapa versi dari hasil mastering anda, kemudian burn kedalam CD audio dan dengarkan hasilnya pada stereo system di rumah, kantor, laptop ataupun di mobil. Tidak usah terlalu terobsesi untuk mencari detail perbedaan secara spesifik, tapi hanya sebagai gambaran hasil mastering anda jika di dengarkan di tempat lain.

Tips mastering 6: Dengarkan lagi besok pagi
Ketika anda telah merasa puas dengan hasil mastering audio yang anda lakukan pada lagu anda ( ataupun kebalikannya, merasa frustasi karena tidak mendapatkan hasil yang anda inginkan), matikan lagu tersebut kemudian tidur dan dengarkan kembali hasil mastering audio anda pada keesokan paginya. Hal ini selalu saya lakukan dan terbukti telah dapat membuat saya menemukan kesalahan-kesalahan yang saya lakukan pada saat mastering sehari sebelumnya. Bahkan pada proyek-proyek tertentu yang tidak memiliki deadline yang mendesak, saya mematikan hasil mastering lagu tersebut untuk mendengarkannya kembali 2- 3 hari kemudian agar telinga saya bener-benar telah ter-refresh.


Tips tambahan untuk mastering audio lagu :
Jika proyek lagu yang sedang anda kerjakan adalah proyek dimana anda adalah musisi, arranger ataupun mixing engineer, bahkan merangkap produsernya, sebisa mungkin serahkan proses mastering ini pada audio engineer lain. Atau paling tidak, mintalah audio engineer lain melakukan proses mastering lagu anda sebagai perbandingan dengan hasil mastering anda sendiri. Hal ini disebabkan karena bagaimanapun sebagai orang yang telah terlibat diproses pembuatan lagu, anda terlalu “dekat” secara emosional dengan lagu anda tersebut, sehingga sulit untuk dapat mendengarkannya secara objektif . Dan pada posisi tidak objektif ini anda bisa saja terjebak pada kesalahan-kesalahan mendasar, seperti misalnya terlalu banyak memberikan extra treatment pada suara-suara yang sebenarnya tidak akan terlalu didengarkan oleh orang lain, ataupun kebalikannya, anda tidak terlalu mengekspos suara-suara yang sebenarnya terdengar jelas atau ingin didengar oleh orang lain.


Andrian Roult