Pertanyaan 4: Apakah proses normalize akan mempengaruhi dynamic range dari sebuah track audio ?
Definisi dari dynamic range dari sebuah track audio adalah dinamika yang terjadi diantara level sinyal terendah dan tertinggi yang berhasil direkam pada track tersebut.
Sebagaimana dibahas sebelumnya pada posting berjudul Haruskah anda melakukan proses normalize pada track audio (bag I), proses normalize akan menambah atau mengurangi semua level sinyal dengan ketentuan yang sama besar. Dengan demikian, jarak antara sinyal-sinyal tersebut tetap tidak akan berubah.
Hal inilah yang membedakan proses normalize dengan proses kerja effect pemroses sinyal lainnya seperti compressor ataupun limiter. Jadi jawaban pada pertanyaan ini adalah: Tidak
Definisi dari dynamic range dari sebuah track audio adalah dinamika yang terjadi diantara level sinyal terendah dan tertinggi yang berhasil direkam pada track tersebut.
Sebagaimana dibahas sebelumnya pada posting berjudul Haruskah anda melakukan proses normalize pada track audio (bag I), proses normalize akan menambah atau mengurangi semua level sinyal dengan ketentuan yang sama besar. Dengan demikian, jarak antara sinyal-sinyal tersebut tetap tidak akan berubah.
Hal inilah yang membedakan proses normalize dengan proses kerja effect pemroses sinyal lainnya seperti compressor ataupun limiter. Jadi jawaban pada pertanyaan ini adalah: Tidak
Pertanyaan 5: Benarkah proses normalize akan membuat track audio terdengar lebih detail, lebih jelas dan pada kesimpulannya menjadi lebih baik?
Secara sekilas, terkadang track yang telah di normalize mungkin saja terdengar lebih “menggigit” atau lebih “jelas” dari sebelumnya. Namun menurut saya hal tersebut hanya merupakan ilusi pada telinga kita yang diakibatkan oleh kesalahan persepsi yang umum terjadi, yaitu “lebih keras = lebih bagus”.
Dua hal yang sebenarnya harus lmenjadi perhatian dan pertimbangan sebelum melakukan proses normalize pada track audio adalah sebagai berikut :
Pertama: Proses normalize tidak hanya membuat level sinyal dari sebuah track audio menjadi lebih tinggi, namun juga, akan mengangkat level noise yang dimiliki oleh track audio tersebut. Semakin keras volume track audio hasil normalize, akan sama kerasnya dengan level noise yang dimiliki oleh track audio tersebut.
Memang pada kondisi demikian, anda tinggal menurunkan volume fader dari track yang sudah di normalize agar noise tidak terlalu terdengar. Namun jika itu yang anda lakukan, berarti apa gunanya anda melakukan proses normalize pada sebuah track, (yang berfungsi menaikkan level volume), jika pada akhirnya level volume track tersebut diturunkan ? :)
Kedua: Semakin keras level volume dari track audio, maka semakin sedikit headroom yang dimilikinya. Hal ini berarti pula semakin sempit jarak antara sinyal-sinyal yang ada pada track tersebut dengan peak signal di master output. Dengan demikian, clipping akan terjadi ketika track tersebut di proses menggunakan EQ atau effect lainnya
Jadi pada kesimpulannya: “Haruskah proses normalize dilakukan?”
Seperti yang kita tahu, tidak ada kosa kata “harus begini ”, “harus begitu” ataupun “jangan pernah melakukan ini”, “jangan pernah melakukan itu” didalam kamus sound engineer pada saat proses apapun, mulai tahap recording, mixing hingga mastering (look at the bright side: we have no rules in doing what we do ! :)).
Setiap proses yang dilakukan pada track audio bergantung dari kondisi track audio tersebut, karena bagaimanapun, setiap track audio memiliki hasil rekaman yang berbeda-beda. Dengan demikian tidak ada sebuah teknik yang bisa dianggap “wajib” dan berlaku untuk setiap kondisi.
Begitu juga dengan proses normalize. Proses normalize memang ada saatnya perlu dilakukan, namun anda harus memutuskan untuk melakukannya berdasarkan kondisi dari track per track, bukan mengaplikasikannya ke seluruh track, dengan harapan audio yang telah direkam menjadi optimal dengan sendirinya.
Misalnya saja, ketika anda memiliki sebuah track audio yang memiliki level volume sangat rendah, sehingga anda tidak dapat mengangkatnya ke volume yang anda inginkan dengan hanya menggunakan gain ataupun volume fader. Pada kondisi demikian, proses normalize dapat membantu anda menyelesaikan masalah (walaupun secara idealnya lebih baik melakukan take ulang pada track tersebut).
Atau jika anda memiliki track audio non musical (misalnya saja white noise, ambience, dll) yang semua sinyalnya memang ingin anda angkat secara keseluruhan, proses normilze dapat menghemat waktu anda ketimbang harus mengangkat fader volume sambil memperhatikan apakah peak level track tersebut tidak mengakibatkan clipping.
Pada tahap mastering, normalize sering dilakukan oleh sound engineer untuk membantu membuat lagu-lagu didalam sebuah album memiliki level volume yang sama. Namun yang menjadi ukuran adalah keras/pelannya output volume dari sebuah lagu dibandingkan dengan output volume lagu lain. Bukan didasari dari peak level track demi track dalam sebuah lagu dibanding track-track audio di lagu lain.
Proses normalize yang dilakukan pada saat mastering seperti saya sebutkan diatas adalah proses yang disebut dengan RMS Normalization, yang secara garis besarnya berfungsi untuk mengangkat sinyal dengan menggunakan acuan level sinyal rata-rata yang ada pada audio, bukan berdasarkan sinyal tertinggi dari audio tersebut.
Mungkin pada posting-posting berikutnya permasalahan RMS Normalization ini akan saya bahas secara terpisah (karena jika ditulis pada posting ini, saya yakin isi tulisannya akan melebar kemana-mana, dan jangankan anda yang membacanya, saya yang menulisnya pun akan pusing sendiri :)). That's all for now
Happy normalizing,
Andrian Roult